» » » R.I.P Sepakbola Indonesia

R.I.P Sepakbola Indonesia

Penulis By on Sabtu, 18 April 2015 | No comments

MAVIANEWS- KONGRES Luar Biasa PSSI digelar di Surabaya dan La Nyalla Mattalitti terpilih sebagai ketua umum baru dan di waktu yang nyaris bersamaan, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nachrowi, membekukan organisasi sepakbola tersebut.
Menurut menteri, pembekuan merupakan langkah yang terpaksa diambil setelah PSSI dan para "dewa" yang bercokol di dalamnya, tidak memperdulikan surat peringatan yang dikirimkan sampai tiga kali.
Surat kedua dan ketiga merupakan penegasan dari ancaman sanksi seperti yang termaktub dalam surat pertama, yakni pemerintah menilai PSSI tidak melaksanakan rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) perihal kisruh kompetisi. Termasuk dalam hal ini tentang tunggakan-tunggakan utang yang melilit empat klub anggota Kompetisi Indonesia Super League (ISL).
Dua di antaranya, Arema Cronus dan Persebaya Surabaya, malah punya masalah lebih pelik. Aspek legalitas hukum mereka belum jelas.
Dalam rekomendasi disebut pula, apabila PSSI diberi waktu untuk menyelesaikannya, dan selama proses itu berlangsung, ISL mesti ditunda. Jika tidak berhasil juga diselesaikan, ISL diputar hanya dengan 14 kontestan.
Dalam praktiknya, PSSI membangkang. ISL tetap diputar dan keempat klub bermasalah tersebut tetap saja ikut berkompetisi. PSSI berpendapat, langkah Menteri Imam, kementeriannya, dan BOPI, merupakan bentuk intervensi pihak ketiga terhadap PSSI sebagai asosiasi yang menginduk (dan hanya tunduk) kepada FIFA.
"Pemerintah tidak dapat membekukan PSSI. Yang bisa cuma AFC dan FIFA, dan sesuai aturan FIFA, jika ada asosiasi yang diintervensi oleh pihak ketiga, akan dibekukan dari keanggotaan FIFA. Tindakan menteri sangat berbahaya," kata La Nyalla beberapa waktu lalu.
PSSI maju terus pantang mundur. Menteri Imam meradang. Ia memanggil seluruh dewa di PSSI untuk rapat dan dari rapat itu dihasilkan keputusan untuk menunda kompetisi. Menteri berharap, sebelum surat peringatan ketiga jatuh tempo pada Jumat, 17 April 2015, pukul 18.40 WIB, seluruh hal yang jadi ganjalan dapat diselesaikan.
Namun hingga tenggat waktu lewat, tidak ada jawaban apa-apa dari PSSI. Para "dewa" malah bertolak ke Surabaya, Jawa Timur, tempat di mana mereka menjadwalkan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB). Agenda utama KLB adalah pemilihan ketua umum. Tepatnya, pelengseran Djohar Arifin dan menggantikannya dengan La Nyalla Mattalitti, calon kuat yang sudah digadang sejak jauh-jauh hari. Voting tiada lebih dari formalitas.
Siapa Djohar, siapa La Nyalla, dan siapa para "dewa" lain di PSSI, tidak perlu lagi saya papar di sini. Siapapun yang mengikuti silang-sengkarut persepakbolaan nasional dalam satu dekade terakhir, pasti sudah hapal benar siapa mereka ini. Tokoh-tokoh sentral penghancuran mengatasnamakan reformasi.
Sempat satu kubu, lalu berpisah kubu karena beda pandangan beda kepentingan, kemudian bersatu kembali untuk menggelar kompetisi yang kualitasnya makin lama makin payah. Kompetisi yang menghasilkan tim nasional yang babak belur di kompetisi apapun yang diikuti.
"Saya enggak merasa dibekukan. Apa hak mereka (pemerintah) membekukan? PSSI tetap jalan meski tidak di bawah Kemenpora. Nanti akan kita sampaikan ke FIFA agar kita tidak dibekukan. Tidak masalah," ujarnya.
La Nyalla terkesan enteng saja menanggapi sikap keras pemerintah. Benar bahwa pembekuan oleh FIFA, biasanya tidak berlangsung lama. Sebanyak 16 negara pernah dibekukan FIFA, dan rata-rata pembekuan hanya berlangsung satu tahun, bahkan kurang. Paling lama dialami Peru, pada 25 November 2007 hingga 20 Desember 2010.
Sanksi pembekuan membuat negara yang mendapatkannya tidak dapat ambil bagian dalam seluruh kejuaraan yang masuk dalam agenda FIFA. Apakah ini merugikan? Secara umum tidak. Negara yang dari "sononya" memang kuat, tetap kuat. Yang sejak mulanyungsep tetap saja nyungsep.

Kekecualian ada pada Bosnia dan Ethiopia. Dari negara dengan tim nasional yang rapuh, Bosnia menjelma kekuatan baru di Eropa. Sebaliknya Ethiopia, makin "terkebelakang" di Afrika. Tertinggal jauh dari Nigeria yang juga pernah dibekukan.
Bagaimana dengan Indonesia? Sekiranya nanti dibekukan FIFA, apakah kemudian PSSI dapat memperbaiki diri dan dapat membangun tim nasional yang disegani, paling tidak di kancah Asia? Apakah akan stagnan, atau jangan-jangan malah terus terjun bebas layaknya Ethiopia?
Tergantung pada bagaimana proses reformasinya. Apabila berjalan baik, dalam arti jika para dewa semacam La Nyalla tidak lagi bercokol di PSSI, Indonesia berpotensi mengekor jejak Bosnia. Tapi jika tidak, nasib Ethiopia akan terulang di sini.
Mengacu pada ketengilan La Nyalla, silakan Anda nilai sendiri akan kemana arah masa depan sepakbola negeri terkasih ini. Untungnya, tidak seperti panggung kehidupan lain, sepakbola memaklumkan kehidupan dan kematian berkali-kali. Namun sementara ini, tidak salah jika kita mengucap innalillahi, rest in peace. Nanti malam ramai-ramai kita tahlil.
SEPAKBOLA INDONESIA
                                         

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p